Sub

Tuesday, May 3, 2016

Fenomena Kasus Polusi Visual



Permasalahan

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di perkotaan dimungkinkan menjadi daya tarik yang menarik bagi suatu penduduk untuk berpindah dari desa ke kota (urbanisasi). Akibatnya jumlah penduduk semakin membengkak dan konsumsi masyarakat perkotaan melonjak, Pembuangan bahan-bahan buangan secara tidak terkontrol dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. 
Pencemaran merupakan pengumpulan bahan-bahan yang tidak sesuai untuk kehidupan di suatu lingkungan tertentu. Bahan-bahan yang tidak sesuai tersebut disebut bahan pencemar. Kebanyakan pencemaran yang terjadi disebabkan oleh aktivitas manusia.
Dewasa ini, kota menghadapi pencemaran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pencemaran tersebut berupa tampilan visual yang mengganggu atau biasa disebut polusi visual. Tempat-tempat
strategis perkotaan sering menjadi kawasan terjadinya polusi visual. Berawal dengan maksud memberi informasi melalui iklan, namun akhirnya yang terjadi berteriak tak terkendali sehingga menyebabkan ”noise” (polusi visual). Dari situ yang terjadi berikutnya adalah rusaknya
pemandangan kota. Arsitektur sebagai nilai estetika keindahan tenggelam dalam riuhnya iklan. Bahkan pohon
sebagai unsur hijau kota digusur demi kehadiran papan iklan. Padahal selain sebagai paru-paru kota, pepohonan hijau juga memberi sumbangan dalam segi psikologi penduduk kota. Terlalu banyak gedung beton dan iklan akan membuat individu mudah stress, karena jauh dari alam (Polusi mental). Penataan Komunikasi visual dalam bentuk iklan, rambu dan tanda-tanda kota perlu dilakukan dengan mempertimbangkan segi fisik (arsitektural), kesehatan, kejiwaan dan lingkungan hidup. Untuk itu dibutuhkan kerja sama terpadu, antara arsitek, desainer grafis, planolog, psikolog (lingkungan) dan ekolog. 

B. MANFAAT
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, kususnya pada masyarakat sebagai pengetahuan, wawasan dan disiplin ilmu dalam pemanfaatan lingkungan sekitar yang dapat dijadikan objek nilai estetika keindahan visual. Selain itu diharapkan makalah ini menjadi motivasi bagi pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan lanskap yang tepat bagi estetika visual.

C. TUJUAN
Tujuan daripada penulisan makalah adalah membedakan tempat yang sesuai dan tidak sesuai secara norma untuk dijadikan media periklanan dan sebagai tempat penyaluran ekspresi yang bernilai estetika. penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan polusi visual dan pengaruhnya terhadap nilai estetika di Kota Semarang setiap wilayah yang teridentifikasi. Sehingga masyarakat bisa menikmati estetika yang sesuai pada tempatnya. 


Teori

A. DEFINISI
Dalam lingkungan sekitar biasa dijumpai istilah pencemaran udara, air, tanah, bunyi dan industry, namun sekarang diperkotaan dengan padat penduduk sering dijumpai adanya polusi visual. Pencemaran visual mengacu pada elemen lanskap yang memberikan pandangan yang tidak menarik. Elemen tersebut yang ada dan berserakan di lingkungan adalah termasuk papan iklan yang berukuran besar, iklan jenis sederhana, lampu jalan, tanda sinyal, rantai kawat telepon dan listrik, pusat listrik, grafiti, lalang, sampah, bangunan dan kendaraan terbiar.
Bahaya polusi visual ini didasarkan pada pandangan masyarakat terhadap dampak negatif yang dibawa oleh pencemaran tersebut. Misalnya bentuk lanskap sebuah kota diidentifikasikan oleh masyarakat berdasarkan nilai-nilai keindahan, bentuk pembangunan dan sebagainya. Namun, keunikan karekter kota berevolusi dengan sejarah, budaya dan pengembangan fitur lanskap perlahan hilang akibat dari masyarakat yang telah menerima secara total polusi visual yang mendominasi dan merusak lingkungan. Umumnya, pandangan lanskap kini dipengaruhi oleh elemen-elemen polusi visual dan bukan pada nilai-nilai estetika alami atau buatan yang bercirikan pemandangan yang menarik. 
Polusi Visual merupakan pencemaran yang baru mendapat tempat karena kondisi polusi visual kini semakin parah. Pencemaran visual sangat signifikan terjadi dikawasan kota. Masyarakat berasumsi polusi visual merupakan pemandangan yang kurang menyenangkan. Penelitian ini memberi perhatian mengenai pencemaran visual yang melibatkan berbagai jenis bentuk iklan seperti papan iklan atau kertas berbagai ukuran.

B. TEORI
Menurut Katiman Rostam (1990), relevansi antara polusi visual dengan geografis muncul bila ada tema yang diterima oleh anggota-anggota geografis umum yaitu geografi sebagai studi tentang hubungan manusia dengan lingkungannya. Secara rinci tema tersebut adalah berdasarkan aspek keragaman ruang. Penyusunan dan pentakrifan bentuk permukaan bumi berdasarkan wilayah-wilayah tertentu dalam geografis terutama geografi kota dapat melihat bentuk polusi visual ini dalam ekosistem kota. Kondisi ini terjadi karena spesialisasi bidang penelitian dalam geografi adalah menurut keadaan ruang yang bermacam-macam sifatnya. Selain aspek keruangan, aspek ekologi juga harus dilihat untuk memastikan polusi visual ini secara relatif berhubungan dengan geografi. 
Aspek ekologi menekankan manusia dan lingkungannya. Ekologi lebih bersifat ilmu sosial dari ilmu fisik dan banyak persamaannya dengan disiplin sosiologi namun pendekatannya adalah berteraskan geografis (Human Geography - culture, society and space, 2000). Dalam suatu sistem ekologi, manusia merupakan bagian dari komponen yang bisa bertindak atas komponen lainnya.

C. DINAMIKA PSIKOLOGI
Desain Kota fokus terhadap aspek-aspek fungsi dan nilai estetika alam sebuah kota. Faktor estetika yang pada tradisinya mendapat perhatian desain kota akan lebih berarti bila dibandingkan dengan pertimbangan-pertimbangan lain untuk menciptakan lingkungan yang berpandangan nyaman, sederhana, dan tenang. Usaha-usaha dan aktifitas desain kota dapat menjurus ke pembentukan satu kerangka kebijakan dan pedoman yang dapat menciptakan lingkungan hidup yang di inginkan serta gambar dan identitas kota yang sesuai. Seperti Semarang dengan kepadatan penduduk yang semakin dinamis digerakkan oleh kebutuhan-kebutuhan hidup.
Dunia periklanan yang semakin maju telah memberikan banyak kontribusi bagi dunia usaha. Mereka berlomba untuk membuat iklan semenarik mungkin supaya banyak orang melihat iklan mereka, lalu jadi tertarik dan memberikan perhatian kepada iklan tersebut. Bagi mereka yang memiliki cukup modal tidak memiliki kesulitan untuk menyewa tempat seperti di baliho atau papan reklame yang bisa terpajang di area keramaian. Namun bagi mereka yang tidak memiliki banyak modal akan kesulitan untuk menyewa tempat iklan. Sehingga mereka mencari jalan pintas untuk tetap bisa mempromosikan iklannya dengan biaya terjangkau. Hanya dengan kertas berwarna ukuran poster yang telah di laminating dan sebuah paku atau lem, iklan sudah bisa dipajang. Biasanya mereka memilih tempat yang memiliki area strategis untuk pemasangan iklan seperti pada perempatan jalan supaya ketika orang-orang bosan menunggu lampu merah mereka dapat membaca iklan untuk mendapat informasi. Iklan-iklan tersebut bisa dilihat di pinggir jalan dan menempel di pohon atau tembok. 

1 comment:

Unknown said...

Artikel yg menarik dg membahas polusi visual