1. SADISTIS
Penderita gangguan ini bertingkah laku terhadap orang lain secara bengis dan banyak permintaan. Perlakuan kejamnya dapat dilakuakan di rumah maupun pada saat bekerja. Dapat berupa fisik, psikis, maupun keduanya.
Penderita ini merasa senang dan mendapatkan kegembiraan mendengar atau melihat orang lain merasa tidak enak. Lebih parah lagi mereka sangat tertarik dengan kekerasan senjata atau teknik-teknik penyiksaan.
2. GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRONIK DAN NARSISTIK
Gangguan ini mencakup tingkah laku yang mengandung emosi dan egosentrisme yang sangat.
Gangguan kepribadian histronik melibarkan emosi yang berlebihan dan kebutuhan yang besar untuk menjadi pusat perhatian. Istilah ini berasal dari bahasa Latin histrio, yang berarti aktor. Orang dengan gangguan kepribadian histronik cenderung dramatis dan emosional, namun emosi mereka tampak sangat dangkal, dibesar-besarkan dan mudah berubah.
Sifat-sifat dari Gangguan Histrionik :
• Histrionik dari kata latin yang berarti aktor. Mereka menunjukan emosi yang berlebih.
• Lebih banyak pada wanita
• Selfish, egoistik, tidak stabil dan tidak dapat dipercaya.
• Suka menarik perhatian, minta reassurance (penentraman hati), pujian dan approval
(persetujuan) dari orang lain dan marah kalau ditolak.
• Harapannya ingin segera dipenuhi, dan bertingkah berlebihan terhadap provokasi yang kecil
sekalipun, biasanya dengan cara dilebih-lebihkan seperti menangis dan muntah.
• Gangguan ini juga mempengaruhi fungsi kognitifnya, yaitu: penderita sugestibel, kurang
kemampuan analitik, dan melihat dunia dengan sesuatu yang impresionistik yang luas.
• Orang lain tidak suka berhubungan dengan mereka.
Gangguan Kepribadian Narsisme
Narsisme merupakan salah satu bentuk gangguan kepribadian (personality disorder), merujuk pada pola-pola perilaku yang merusak hubungan dengan orang-orang lain di sekelilingnya. Narsisme muncul dengan gejala utama rasa kagum yang berlebih-lebihan pada diri sendiri, merasa selalu berhasil dan unggul, selalu mencari perhatian dan pujian, dan tidak peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain. John C. Nemiah, MD, profesor psikiatri dari Harvard Medical School dalam bukunya Foundations of Psychopathology menjelaskan istilah narsisme: berasal dari kata Narcissus, nama seorang pemuda tampan dalam mitos Yunani kuno.
Konon suatu hari Narcissus menangkap citra wajahnya pada permukaan air yang tenang di hutan, dan sontak ia jatuh cinta pada diri sendiri. Selanjutnya ia putus asa karena tidak mampu memenuhi apa yang sangat diinginkannya; ia bunuh diri dengan sebilah belati. Dari tetesan darahnya yang jatuh di dekat air, tumbuhlah bunga yang sampai sekarang dikenal dengan nama Narcissus.
Penderita Kepribadian Narsistik:
• Merasa diri penting, suatu sifat yang disebut gradiositas.
• Nama gangguan ini dari legenda Yunani: Narcissus, yaitu remaja yang jatuh cinta pada diri
sendiri.
• Penderita ini mengharapkan pujian dan pemuasan harapan dan permintaannya, tetapi kurang
peka terhadap kebutuhan orang lain.
• Karena merasa dirinya istimewa, maka hanya orang yang status tinggi yang dapat memuaskan
harapan dan permintaannya.
• Mereka dipenuhi dan didorong untuk mencapai tujuan mereka sendiri dan berpikir bagaimana
mengeksploitasi orang lain untuk kepentingan dirinya.
• Meski merasa diri penting tetapi mereka juga sering ragu-ragu.
• Hubungan dengan orang lain, yang bersifat sosial, pekerjaan, atau romantik, terganggu. Persepsi
terhadap orang lain sebagai alat untuk mencapai pemuasan diri.
• Ciri gangguan ini juga sering tampak pada gangguan-gangguan kapribadian lain.
Teori-teori dan Perlakuan;
• Psikoanalisa tradisional – gangguan ini merupakan variasi histeria.
• Psikoanalisis yang kognitif – ketidakmampuan memfokuskan daetail atau yang khusus, mereka
secara global mengerti situasi dan problem.
• Penyebab menurut banyak teori: karena kesulitan pada perkembangan mula-mula relasi orang
tua - anak.
• Karena gangguan hubungan orang tua – anak.
• Mereka mempunyai ide-ide maladaptif mengenai diri sendiri (Beck).
Perlakuan Terapi
Psikodinamika: membuka konflik yang ditekan, menghadapi situasi.
Kognitif – behavioral: membantu klien untuk mengembangkan cara-cara yang lebih jelas dalam menghadapi problem dan situasi.
3. GANGGUAN KEPRIBADIAN MENOLAK DAN TERGANTUNG
Gangguan Kepribadian Menolak
Karen Horney (Neo Freudian): penderita kepribadian menolak ini mengharapkan ditolak dan dikritik, maka berbalik arah sebagai pertahanan. Jika orang dapat dibuat merasa lebih aman mengenai kualitas pribadi dan kekuatannya, mereka akan mengembangkan perasaan yang lebih baik mengenai keadaan dirinya yang nyata – akan mengalami kecemasan yang kurang dalam interaksi dengan orang lain – maka dengan sendirinya dapat membuat hubungan yang erat.
Kognitif behavioral: penderita sangat sensitive terhadap kritik rejeksi karena pengalaman masa kanak-kanak, mendapat kritik pedas dari orang tua – membuat jarak.
Perlakuan Gangguan Kepribadian Menolak
Kognitif behavioral: tujuannya adalah memisahkan lingkaran negatif dari penolaka dengan membantu klien untuk membuat jelas pikiran dan sikap yang tidak fungsional.
Sifat-sifat Gangguan Kepribadian Menolak
Selalu menghindari situasi sosial, terutama situasi yang berisi potensi terjadinya kerugian personal atau rasa malu personal, tidak dapat buat hubungan.
Gangguan Kepribadian Tergantung
Menurut teori psikodinamika: penyebabnya adalah regresi atau fiksasi pada masa oral karena orang tua yang sangat melindungi atau orang tua yang mengabaikan kebutuhan tergantung.
Pendekatan kognitif behavioral: penyebabanya adalah karena kurang asertif dan kecemasan dalammembuat keputusan. Disentisasi sistematik: penderita dihadapkan langsung dengan situasi nyata, sebelumnya dengan latihan relaksasi.
Penderita merasa tidak berdaya dan tidak sesuai maka tidak dapat problem sendiri. psikoterapi berdasar proses terapi: kognitif behavioral: melatih secara bertahap, mengerjakan pekerjaan sehari-hari secara mandiri.
Klinisi dapat mencari ketrampilan-ketrampilan yang kurang dan membantu melaksanakannya.
Sifat-sifat Gangguan Kepribadian Tergantung:
• Sangat tergantung pada orang lain.
• Kalau tidak ada orang di dekatnya, merasa sangat sedih dan ditinggalkan.
• Untuk disenangi orang mereka menyetujui pendapat orang lain, untuk dapat diterima dan
disenangi orang lain.
• Usaha untuk disenangi atau diterima orang lain.
• Takut sendiri.
4. GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN
Mempunyai sifat-sifat:
o Memiliki kebutuhan yang berlebihan untuk diasuh oleh orang lain
o Sangat patuh dan takut terhadap perpisahan
o Tidak mandiri
o Selalu minta saran dalam kondisi apapun
o Menghindari posisi yang bertanggung jwb
o Sensitif terhadap kritikan
o Lebih mementingkan orang lain
5. OBSESIF KOMPULSIF
Sifat-sifat:
o Tidak dapat membuat keputusan, perfeksionis, tidak fleksibel
o Sangat mementingkan jadwal
o Sangat kikir tentang uang dan waktu
o Ekspresi emosi tertahan sehingga kurang ada hubungan akrab
o Interaksi kaku
o Sangat memperhatikan keberhasilan
6. PASIF-AGRESIF
Sifat – sifat
o Memendam marah dan rasa bermusuh yang diekspresikan dengan cara yang menyakitkan
o Mereka merusak hubungan interpersonal
o Kalau buat salah, mereka mengatakan bahwa mereka korban keadaan
o Egosentris
o Hubungan kerja tegang
Teori dan Perlakuan
Menurut Freud:
Gangguan Obsesif-Kompulsif dan Pasif-Agresif merupakan fiksasi atau agresi pada tingkat oral.
Pendektan Psikodinamika
Obsesif-Kompulsif , kekakuan berpikir dan konformitas pada aturan eksternal dan pengabdian pada rutinitas maupun kurang perhatian terhadap hubungan kemanusiaan
Teori Kognitif-Behavioral
Penderita mempunyai perhatian yang tidak realistic mengenai perfeksitas dan penolakan terhadap kesalahan Kalau gagal dalam mencapai perfeksitas, menganggap dirinya tidak berharga.
Dari Kognitif Behavioral
Pasif-Agresif berkembang dari kepercayaan bahwa ekspresi terbuka kemarahan adalah berbahaya. Org lain harus tahu apa yang diinginkan tanpa ia meminta
Dari sudut Kognitif Behavioral
Sulit untuk memberi perlakuan terhadap 2 gangguan tersebut.
Freud berpendapat bahwa obsessive-compulsive personality traits disebabkan oleh fiksasi pada tahap awal dari perkembangan psikoseksual. Sedangkan teori psikodinamik kontemporer menjelaskan bahwa gangguan kepribadian obsesif-kompulsif disebabkan oleh ketakutan akan hilangnya kontrol yang diatasi dengan overkompensasi. Sebagai contoh, seorang pria workaholic yang kompulsif kemungkinan takut bahwa hidupnya akan hancur jika ia bersantai-santai dan bersenang-senang.
TERAPI UNTUK GANGGUAN KEPRIBADIAN
Terapi psikodinamik bertujuan untuk mengubah pandangan individu saat ini tentang masalah-masalah pada masa kanak-kanak yang diasumsikan menjadi penyebab dari gangguan kepribadian, misalnya terapis membimbing individu yang mengalami gangguan kepribadian obsesif-kompulsif pada kenyataan bahwa pencarian kasih sayang dari orang tua pada masa kanak-kanak dengan cara menjadi sempurna tidak perlu dilakukan pada masa dewasa. Ia tidak harus menjadi sempurna untuk memperoleh penerimaan dari orang lain, sehingga ia berani mengambil risiko dan membuat kesalahan.
Terapis behavioral dan kognitif lebih menekankan perhatian pada faktor situasi daripada sifat. Terapis behavioral dan kognitif cenderung menganalisa masalah individu yang merefleksikan gangguan kepribadian. Sebagai contoh, individu yang didiagnosa memiliki kepribadian paranoid atau avoidant bersifat sangat sensitif terhadap kritik. Sensitivitas tersebut dapat dikurangi dengan behavioral rehearsal (social skills training), systematic desentizitation, atau rational-emotive behavior therapy. Contoh lain dapat dilihat pada individu dengan kepribadian paranoid yang bersifat hostile dan argumentatif ketika menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan terhadap orang lain.
Dalam hal ini, terapis behavior dapat membantu individu paranoid belajar untuk mengutarakan ketidaksetujuan dalam cara yang lebih baik. Bagi mereka dengan kepribadian avoidant, social-skills training dalam suatu kelompok dapat membantu mereka untuk lebih asertif terhadap orang lain.
Pada terapi kognitif, gangguan dianalisa dalam hubungannya dengan logical errors dan dysfunctional schemata. Misalnya, pada terapi kognitif bagi individu yang mengalami gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, pertama-tama dibantu untuk menerima konsep bahwa perasaan dan tingkah laku merupakan fungsi dari pikiran. Kesalahan berpikir (errors in logic) kemudian dieksplorasi, misalnya saat individu menyimpulkan bahwa ia tidak mampu melakukan semua hal dengan benar hanya karena kegagalan dalam satu hal saja (melakukan overgeneralisasi). Selain itu, terapis juga mencari asumsi atau skema dysfunctional yang mungkin mendasari pikiran dan perasaan individu tersebut, misalnya keyakinan individu bahwa setiap keputusan harus selalu benar.
DAFTAR PUSTAKA
Martaniah, S.M. 2001. Psikologi Abnormal dan Psikopatologi. Yogyakarta
Nevid, J. S, dkk. 2003. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga
http://www.e-psikologi.com
http://google.com
http://ww.gayahidupsehatonline.com
http://www.pikirdong.org/psikologi/psi39para.php

No comments:
Post a Comment