Sub

Wednesday, December 14, 2016

GANGGUAN KEPRIBADIAN MANUSIA MODERN 2


1. SKIZOTIPAL
Gangguan kepribadian skizotipal adalah suatu kondisi gangguan serius dimana individu hampir tidak pernah berhubungan lagi dengan orang-orang sekitarnya. Individu tersebut cenderung menutup diri untuk berinteraksi dengan orang lain, kecemasan luar biasa yang muncul ketika berhadapan dengan situasi sosial.

Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal hampir selalu bermasalah dengan orang lain dan bersikap tidak ramah kepada siapapun. Kebanyakan dari individu dengan gangguan kepribadian ini hidup dalam kesendirian, hal ini disebabkan lingkungan sekitar yang mengisolasinya. Akibatnya, penyimpangan persepsi mengenai bentuk hubungan interpersonal akan terus berkembang dalam diri
individu itu. Selanjutnya, ia akan menunjukkan perilaku yang aneh, respon yang tidak tepat dalam bersosialisasi dan sifat-sifat yang tidak lazim.

Kemunculan gangguan kepribadian skizotipal dimulai pada awal memasuki masa dewasa dan terus berkembang sepanjang masa hidupnya. Seperti gangguan kepribadian lainnya, gangguan kepribadian skizotipal disebabkan perilaku dan pengalaman yang tidak tepat pada masa kanak-kanak, sebagian besar dari gangguan tersebut disebabkan oleh kesulitan dalam beradaptasi dan pengalaman terhadap penanganan distres.

Gangguan kepribadian skizotipal merupakan spektrum dari gangguan kepribadian skizoid dalam taraf ringan dan pada tahap berat adalah skizofrenia. Secara biologis, beberapa ahli menyatakan bahwa ketiga gangguan ini mempunyai kesamaan genetik pada tiap individu, namun demikian belum dapat dipastikan bagaimana persamaan gen tersebut dapat menimbulkan jenis gangguan yang berbeda-beda pula.

Diantara individu yang mengalami gangguan kepribadian skizotipal diantara mengalami gangguan dan kesulitan dalam memori, belajar dan perhatian (konsentrasi). Beberapa gejala kemunculan gangguan tidak diikuti gejala psikotik seperti delusi dan halusinasi, beda halnya pada gangguan skizofrenia yang disertai gejala psikotik secara keseluruhan dan intens. Namun demikian, gangguan kepribadian skizotipal dapat berkembang menjadi skizofrenia.

Simtom
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal hampir selalu berbicara tidak teratur ketika ia hendak membicarakan suatu hal dan memandang sekelilingnya secara ekstrim. Kadang mereka juga mempercayai bahwa mereka mempunyai kekuatan supranatural, indera ke enam atau kekuatan magis lainnya yang dapat mempengaruh pikiran, perilaku dan emosi orang lain.
Kemunculan kepribadian skizotipal di masa dewasa dapat diakibatkan masa-masa sebelumnya (anak-anak) dimana individu hidup dalam kesendirian tanpa orangtua atau anggota keluarga yang mendampingi, kehidupan sosial yang penuh kecemasan juga dapat menimbulkan gangguan ini.
Beberapa simtom gangguan kepribadian skizotipal;
o Pemahaman yang tidak tepat terhadap kejadian-kejadian dimana individu beranggapan bahwa
   kejadian tersebut mempunyai makna tersendiri bagi dirinya atau orang lain
o Mempunyai pikiran, kepercayaan dan perilaku yang aneh, eksentrik dan bertentangan dengan
   norma-norma yang ada
o Mempercayai bahwa dirinya mempunyai kekuatan spesial seperti telepati, indra keenam, dan
   sebagainya yang berhubungan dengan paranormal
o  Pengalaman imajinasi seperti adanya ilusi terhadap tubuhnya
o  Kesulitan dalam mengikuti pembicaraan atau berbicara aneh-aneh
o Adanya kecemasan dalam situasi sosial dan pikiran-pikiran paranoid, serta penilaian negatif
   terhadap dirinya sendiri
o  Minim respon emosi dan perasaan-perasaan (afektif) dalam dirinya
o  Sedikit mempunyai teman akrab

Faktor Penyebab
Seperti jenis gangguan kepribadian lainnya, kemunculan gangguan kepribadian skizotipal dimulai pada awal kanak-kanak, berkisar antara tahun pertama dan kedua masa perkembangan. Kurangnya perhatian terutama pengenalan emosi, meskipun anak itu tumbuh secara sehat. Kurangnya stimulasi sosial dari orangtua anak akan belajar menghindari dengan sendirinya dan tidak mencari kesenangan diluar lingkungan rumahnya.

Pada masa perkembangan, anak akan melewati beberapa tahap-tahap kesiapan sosial dan belajar menempatkan ekspresi emosi secara tepat (interaksi interpersonal) dengan orang lain. Anak yang mengalami gangguan skizotipal akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi, mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak logis, tidak dapat melepaskan diri atau berpikir hal-hal yang berkenaan dengan magis, dan bahkan paranoid. Perilaku nyata nampak pada sikap anak yang membentengi dirinya dari rasa curiga ketika digoda (diganggu) atau ketika mendapatkan perlakuan tidak adil/kasar.

Beberapa ahli memperkirakan anak-anak rentan (child abusive), anak yang mengalami penolakan diri dari lingkungan sekitar, atau stres yang mengakibatkan disfungsi otak tumbuh mengarah pada kemunculan gejala gangguan skizotipal. Faktor genetik dan lingkungan ikut membantu berkembangnya gangguan ini dikemudian hari.

Keluarga, faktor keturunan keluarga (orangtua) yang memiliki gejala skizofrenia dapat menjadi suatu kondisi adanya gangguan skizotipal pada anak, faktor-faktor dalam keluarga lainnya yang memberi kontribusi gangguan kepribadian ini adalah kekerasan dan penolakan terhadap anak.

Treatment
Medikasi
Tidak ada obat khusus untuk menyembuhkan gangguan kepribadian ini, dokter menganjurkan obat antidepressant atau antipsikotik bila individu tersebut juga mengalami gangguan kecemasan, depresi atau gangguan mood lainnya. Obat risperidone (Risperdal) dan olanzapine (Zyprexa) diberikan bila individu mengalami penyimpangan (gangguan) dalam berpikir.

Psikoterapi
Behavioral therapy
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal membutuhkan kemampuan untuk menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, ia membutuhkan teknik-teknik baru untuk melakukan pendekatan dengan orang lain. Terapis mengajarkan bagaimana mengungkapkan perasaan-perasaan dan berekspresi secara tepat. Individu juga diajarkan bagaimana mengatur suara atau berbicara ketika berhadapan dengan orang lain.

Cognitive therapy
Dalam terapi ini individu belajar untuk merespon dan dilatih untuk fokus terhadap suatu masalah dari pikiran-pikiran menganggu. Terapi ini juga melatih individu untuk memisahkan masalah-masalah sosial yang membingungkan dari pikiran-pikirannya sendiri terutama dari hal-hal yang membuat individu mengelak dari situasi interpersonal.
Family therapy
Terapi dapat efektif bila semua anggota keluarga dilibatkan, konselor atau ahli terapi dilibatkan secara langsung dalam keluarga dapat mengurangi letupan amarah dan menjaga hubungan emosional antar sesama anggota keluarga. Terapi ini juga dapat meningkatkan moral dalam keluarga.


2. ANTISOSIAL
Orang dewasa yang mengalami gangguan antisosial menunjukkan perilaku tidak bertanggung jawab dan antisosial dengan bekerja secara tidak konsisten, melanggar hukum, mudah tersinggung, agresif secara fisik, tidak mau membayar hutang, sembrono, ceroboh, dan sebagainya. Mereka impulsif dan tidak mampu membuat rencana ke depan. Mereka sedikit atau bahkan tidak merasa menyesal atas berbagai tindakan buruk yang mereka lakukan. Gangguan ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan lebih banyak terjadi di kalangan anak muda daripada dewasa yang lebih tua. Gangguan ini lebih umum terjadi pada orang dengan status sosioekonomi rendah.

Orang dengan gangguan kepribadian antisosial secara persisten melakuan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsif, serta gagal membina komitmen interpersonal dan pekerjaan. Meski demikian  mereka sering menunjukkan karisma dalam penampilan luar mereka dan paling tidak memiliki intelegensi rata-rata (Cleckley, 1967). Mungkin ciri yang paling menonjol dari mereka adalah tingkah kecemasan yang rendah ketika berhadapan dengan situasi yang mengancam dan kurangnya rasa bersalah atau penyesalan atas kesalahan yang mereka lakukan. Hukuman hanya memiliki sedikit dampak bagi mereka.

Sementara itu, salah satu karakteristik psychopathy adalah kemiskinan emosi, baik positif maupun negatif. Orang-orang psychopathy tidak memiliki rasa malu, bahkan perasaan mereka yang tampak positif terhadap orang lain hanyalah sebuah kepura-puraan. Penampilan psikopat menawan dan memanipulasi orang lain untuk memperoleh keuntungan pribadi. Kadar kecemasan yang rendah membuat psikopat tidak mungkin belajar dari kesalahannya. Kurangnya emosi positif mendorong mereka berperilaku secara tidak bertanggung jawab dan berperilaku kejam terhadap orang lain.

Etiologi Gangguan Kepribadian Antisosial dan Psychopathy
Penyebab gangguan ini berkaitan dengan peran keluarga. Kurangnya afeksi dan penolakan berat orang tua merupakan penyebab utama perilaku psychopathy. Selain itu, juga disebabkan oleh tidak konsistennya orang tua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain. Orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh kehilangan orang tua. Di samping itu, ayah dari penderita psikopat kemungkinan memiliki perilaku antisosial. Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk juga dapat menyebabkan gangguan ini.
Sifat-sifatnya:
o Sering disebut psikopat atau sosiopat
o Kekurangan perhatiann mengenai baik buruk
o Di US 5% pada dewasa laki2 dan 1% pada dewasa perempuan
o Tingkah laku manipulatif atau tingkah laku buruk
o Mereka bohong, menipu, mencuri, menyalahgunakan alkohol dan obat2an, kacau balau,
   menghindari tanggungjawab, keluarga dan pekerjaan
o Bertingkah laku secara impulsif, agresif dan sembrono dan tidak menunjukkan penyesalan atas
   tingkah laku yang melukai itu
o Beberapa berbicara sangat baik, untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
o Ada perbedaan antara kepribadian anti sosial dan tingkah laku anti sosial orang dewasa.
   Kepribadian anti sosial jika sifat itu terus menerus, dimulai dari masa anak-anak dan berlanjut
   sampai dewasa.
o Menurut statistik di US bahwa gangguan anti sosial menurun pada usia 40 th dan bahwa 94 %
   kejahatan yang serius dilakukan orang laki-laki berusia dibawah 45 tahun.

Teori Biologis:
o Testosteron menjadi penyebab agresivitas laki-laki.
o Adanya keabnormalan pada otak.
o Kurang belajar dan perhatian neuropsikologis
o Keturunan

Teori Psikologis:
o Penellitian korelasional menemukan bahwa orang anti sosial depresif dan cemas.
o Disharmoni di rumah, ketidakkonsistenan dalam pengasuhan anak dapat mengakibatkan kacau
   mengenai benar-salah, dan mengenai apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima.
o Orangtua yang terlalu permisif dan kurang  memeperhatikan tingkah laku anak yang tidak benar.
o Orangtua yang tidak menunjukkan afeksi, akan menghasilkan anak yang dingin dan berjarak dalam
   hubungan dengan orang lain dalam kemudian hari.
o Anak anti sosial banyak datang dari keluarga miskin dan sosial ekonomi rendah, mungkin karena
   pendidikan yang didapat kurang memadai.
o  Ada pendapat bahwa anti sosial datang dari semua kelas sosial yang ayahnya anti sosial.

Treatment
Gangguan ini sukar ditangani. Seseorang akan mengubah tingkah lakunya kalau menyadari bahwa tingkah lakunya salah, akibatnya akan merasa depresif dan bersalah. Terapi ini bertujuan untuk membuat klien merasa tidak enak mengenai dirinya dan situasinya. Caranya dengan pendekatan konfrontatif, menunjukkan bahwa tingkah lakunnya merusak diri sendiri dan selfis.

Terapi Kelompok
Terapi ini berguna karena umpan balik dari kelompoknya dapat mempunyai pengaruh yang kuat. Kalau terapi ini berhasil orang tersebut akan merasa tidak berdaya dan sangat sedih, tetapi ini jarang terjadi.


3. BORDERLINE
Disebut dengan kepribadian ambang (borderline) karena berada di perbatasan antara gangguan neurotik dan skizofrenia. Ciri-ciri utama gangguan ini adalah impulsivitas dan ketidakstabilan dalam hubungan dengan orang lain dan memiliki mood yang selalu berubah-ubah. Contohnya, sikap dan perasaan terhadap orang lain dapat berubah-ubah secara signifikan dan aneh dalam kurun waktu yang singkat. Individu yang mengalami gangguan borderline memiliki karakter argumentatif, mudah tersinggung, sarkastik, cepat menyerang, dan secara keseluruhan sangat sulit untuk hidup bersama mereka.

Perilaku mereka yang tidak dapat diprediksi dan impulsif, boros, aktivitas seksual yang tidak pandang bulu, penyalahgunaan zat, dan makan berlebihan, berpotensi merusak diri sendiri. Mereka tidak tahan berada dalam kesendirian, memiliki rasa takut diabaikan, dan menuntut perhatian. Mudah mengalami perasaan depresi dan perasaan hampa yang kronis, mereka sering kali mencoba bunuh diri.

Gangguan kepribadian borderline bermula pada masa remaja atau dewasa awal, dengan prevelensi sekitar 1 persen, dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.

Etilogi Gangguan Kepribadian Borderline
Penyebab terjadinya gangguan kepribadian borderline antara lain dapat dijelaskan oleh kedua pandangan berikut:
Faktor biologis
Faktor-faktor biologis antara lain disebabkan oleh faktor genetis. Gangguan kepribadian borderline dialami oleh lebih dari satu anggota dalam satu keluarga. Beberapa data menunjukkan adanya kelemahan fungsi lobus frontalis, yang sering diduga berperan dalam perilaku impulsif. Individu dengan gangguan borderline mengalami peningkatan aktivasi amigdala, suatu struktur dalam otak yang dianggap sangat penting dalam pengaturan emosi.

Object Relations Theory
Teori ini merupakan teori dari psikoanalisa yang memfokuskan diri pada bagaimana cara anak mengintropeksikan nilai-nilai dan gambaran yang berhubungan dengan orang-orang yang dianggap penting dalam hidupnya, misalnya orang tua. Dengan kata lain, fokus dari teori ini adalah cara anak mengidentifikasikan diri dengan orang lain di mana ia memiliki emotional attachment yang kuat dengan orang tersebut. Orang-orang yang diintroyeksikan tersebut menjadi bagian dari ego si anak pada masa dewasa, tetapi dapat menimbulkan konflik dengan harapan, tujuan, dan ideal-idealnya.

Teori ini beranggapan bahwa individu bereaksi terhadap dunia melalui perspektif dari orang-orang penting dalam hidupnya pada masa lalu, terutama orang tua atau caregiver. Terkadang perspektif tersebut berlawanan harapan dan minat dari individu yang bersangkutan. Otto Kernberg, salah seorang tokoh dalam teori ini menyatakan bahwa pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa kanak-kanak, misalnya mempunyai orang tua yang memberikan cinta dan perhatian secara tidak konsisten (menghargai prestasi anak, tetapi tidak dapat memberikan dukungan emosional dan kehangatan), dapat menyebabkan anak mengembangkan insecure egos (bentuk umum dari gangguan kepribadian borderline).

Individu dengan gangguan kepribadian borderline sering kali mengembangkan mekanisme defense yang disebut splitting, yaitu mendikotomikan objek menjadi semuanya baik atau semuanya buruk dan tidak dapat mengintegrasikan aspek positif dan negatif orang lain atau diri menjadi suatu keutuhan. Hal itu menimbulkan kesulitan yang ekstrem dalam meregulasi emosi karena individu borderline melihat dunia, termasuk dirinya sendiri, dalam dikotomi hitam-putih. Bagaimanapun juga, defense ini melindungi ego yang lemah dari kecemasan yang tidak dapat ditoleransi.

Beberapa hasil penelitian juga mendukung teori ini. Individu yang mengalami gangguan kepribadian borderline menyatakan kurangnya kasih sayang dari ibu. Mereka memandang keluarga mereka tidak ekspresif secara emosional, tidak memiliki kedekatan emosional, dan sering terjadi konflik dalam keluarga. Selain itu, mereka biasanya juga mengalami kekerasan seksual dan fisik serta sering mengalami perpisahan dengan orang tua pada masa kanak-kanak.

Bagaimanapun juga, hasil-hasil penelitian tersebut masih belum dapat menyatakan secara jelas apakah pengalaman-pengalaman itu memang hanya dialami oleh mereka dengan gangguan kepribadian borderline saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu yang mengalami gangguan kepribadian borderline mempunyai pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan. Namun belum jelas apakah pengalaman tersebut bersifat spesifik bagi gangguan ini.

Linehan’s Diathesis-Stress Theory
Menurut teori ini, gangguan kepribadian borderline berkembang ketika individu dengan diatesis biologis (kemungkinan genetis) di mana ia mengalami kesulitan untuk mengontrol emosi, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang salah (invalidating). Dalam teori ini, diatesis biologis disebut sebagai emotional dysregulation. Sedangkan invalidating experience adalah pengalaman di mana keinginan dan perasaan individu diabaikan dan tidak dihormati; usaha individu untuk mengkomunikasikan perasaannya tidak dipedulikan atau bahkan diberi hukuman. Salah satu contoh ekstremnya adalah kekerasan pada anak, baik secara seksual maupun nonseksual.

Dengan kata lain, emotional dysregulation saling berinteraksi dengan invalidate experience anak yang sedang berkembang. Hal itulah yang kemudian memicu perkembangan kepribadian borderline.
Ciri-ciri:
-Usaha matia-matiaan untuk menghindari ketinggalan yang nyata atau khayalan.
-Pola hubungan interpersonal tidak stabil dan kuat yang ditandai perubahan antara berbagai ekstrim
  idealiasi dan devaluasi
-Gangguan identitas : citra atau perasaan diri sendiri yang tidak stabil secara jelas dan persisten
-Impulsivitas pada minimal 2 bidang yang potensial membahayakan diri sendiri. Misal berbelanja,
  seks, penyalahgunaan zat, ngebut
-Perilaku atau isyarat bunuh diri atau mutilasi diri
-Perasaan kosong yang kronis
-Kemarahan yang kuat dan tidak pada tempatnya atau Kesulitan mengendalikan amarah, Paranoid

Terapi Untuk Borderline Personality
Pada individu dengan kepribadian borderline, rasa percaya sulit diciptakan dan dijaga, sehingga mempengaruhi huubungan terapeutik. Individu cenderung mengidealkan dan menjelek-jelekkan terapis, meminta perhatian khusus pada satu waktu, memohon pengertian dan dukungan, tetapi tidak mau membahas topik-topik tertentu. Apabila tingkah laku individu sudah tidak dapat dikendalikan atau ketika ancaman bunuh diri tidak dapat diatasi lagi, maka sering kali individu tersebut perlu dirawat di rumah sakit.

Pada farmakoterapi bagi individu berkepribadian borderline, diberikan beberapa macam obat. Umumnya obat-obatan yang diberikan tersebut merupakan antidepresan dan antipsikotik. Berikut ini terdapat dua jenis terapi bagi individu yang berkepribadian borderline.
• Object-Relations Psychoterapy
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk memperkuat ego yang lemah, sehingga individu tidak lagi melakukan dikotomi. Selain itu, individu juga diberi saran konkret untuk bertingkah laku adaptif dan merawat individu di rumah sakit jika tingkah lakunya membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

• Dialectical Behavior Therapy (DBT)
DBT merupakan pendekatan yang mengkombinasikan client-centered empathy dan penerimaan dengan menyelesaikan masalah secara kognitif-behavioral dan social-skills training. DBT mempunyai tiga tujuan utama, yaitu:
o   Mengajari individu untuk mengatur dan mengendalikan tingkah laku dan emosi yang ekstrem.
o   Mengajari individu untuk menoleransi perasaan distress.
o   Mengajari individu belajar untuk mempercayai pikiran dan emosinya sendiri.

Istilah ”dialectic” mengacu pada sikap yang berlawanan, yaitu di mana terapis harus menerima individu borderline apa adanya sekaligus membantu individu tersebut untuk berubah. Istilah ”dialectic” juga mengacu pada kenyataan bahwa individu borderline tidak perlu membagi dunia secara dikotomi, tetapi dapat mencapai suatu sintetsis. Dengan kata lain, salah satu tujuan DBT adalah mengajari individu untuk memandang dunia secara dialektik, suatu pemahaman bahwa hidup terus berubah dan suatu hal tidak semuanya buruk atau semuanya baik.

Sedangkan aspek kognitif-behavioral dari DBT, baik yang dilakukan secara individual atau dalam kelompok, terdiri dari membantu individu belajar menyelesaikan masalah, membantu untuk memperoleh penyelesaian masalah yang lebih efektif dan dapat diterima secara sosial dan mengendalikan emosi, meningkatkan kemampuan interpersonal, dan mengendalikan amarah dan kecemasan.


No comments: