1. SKIZOTIPAL
Gangguan kepribadian skizotipal adalah suatu kondisi
gangguan serius dimana individu hampir tidak pernah berhubungan lagi dengan
orang-orang sekitarnya. Individu tersebut cenderung menutup diri untuk
berinteraksi dengan orang lain, kecemasan luar biasa yang muncul ketika
berhadapan dengan situasi sosial.
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal hampir
selalu bermasalah dengan orang lain dan bersikap tidak ramah kepada siapapun.
Kebanyakan dari individu dengan gangguan kepribadian ini hidup dalam kesendirian,
hal ini disebabkan lingkungan sekitar yang mengisolasinya. Akibatnya,
penyimpangan persepsi mengenai bentuk hubungan interpersonal akan terus
berkembang dalam diri
individu itu. Selanjutnya, ia akan menunjukkan perilaku yang aneh, respon yang tidak tepat dalam bersosialisasi dan sifat-sifat yang tidak lazim.
individu itu. Selanjutnya, ia akan menunjukkan perilaku yang aneh, respon yang tidak tepat dalam bersosialisasi dan sifat-sifat yang tidak lazim.
Kemunculan gangguan kepribadian skizotipal dimulai pada awal
memasuki masa dewasa dan terus berkembang sepanjang masa hidupnya. Seperti
gangguan kepribadian lainnya, gangguan kepribadian skizotipal disebabkan
perilaku dan pengalaman yang tidak tepat pada masa kanak-kanak, sebagian besar
dari gangguan tersebut disebabkan oleh kesulitan dalam beradaptasi dan
pengalaman terhadap penanganan distres.
Gangguan kepribadian skizotipal merupakan spektrum dari
gangguan kepribadian skizoid dalam taraf ringan dan pada tahap berat adalah
skizofrenia. Secara biologis, beberapa ahli menyatakan bahwa ketiga gangguan
ini mempunyai kesamaan genetik pada tiap individu, namun demikian belum dapat
dipastikan bagaimana persamaan gen tersebut dapat menimbulkan jenis gangguan
yang berbeda-beda pula.
Diantara individu yang mengalami gangguan kepribadian
skizotipal diantara mengalami gangguan dan kesulitan dalam memori, belajar dan
perhatian (konsentrasi). Beberapa gejala kemunculan gangguan tidak diikuti
gejala psikotik seperti delusi dan halusinasi, beda halnya pada gangguan
skizofrenia yang disertai gejala psikotik secara keseluruhan dan intens. Namun
demikian, gangguan kepribadian skizotipal dapat berkembang menjadi skizofrenia.
Simtom
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal hampir
selalu berbicara tidak teratur ketika ia hendak membicarakan suatu hal dan
memandang sekelilingnya secara ekstrim. Kadang mereka juga mempercayai bahwa
mereka mempunyai kekuatan supranatural, indera ke enam atau kekuatan magis
lainnya yang dapat mempengaruh pikiran, perilaku dan emosi orang lain.
Kemunculan kepribadian skizotipal di masa dewasa dapat
diakibatkan masa-masa sebelumnya (anak-anak) dimana individu hidup dalam
kesendirian tanpa orangtua atau anggota keluarga yang mendampingi, kehidupan
sosial yang penuh kecemasan juga dapat menimbulkan gangguan ini.
Beberapa simtom gangguan kepribadian skizotipal;
o Pemahaman yang tidak tepat terhadap kejadian-kejadian
dimana individu beranggapan bahwa
kejadian tersebut
mempunyai makna tersendiri bagi dirinya atau orang lain
o Mempunyai pikiran, kepercayaan dan perilaku yang aneh,
eksentrik dan bertentangan dengan
norma-norma yang
ada
o Mempercayai bahwa dirinya mempunyai kekuatan spesial
seperti telepati, indra keenam, dan
sebagainya yang
berhubungan dengan paranormal
o Pengalaman
imajinasi seperti adanya ilusi terhadap tubuhnya
o Kesulitan dalam
mengikuti pembicaraan atau berbicara aneh-aneh
o Adanya kecemasan dalam situasi sosial dan pikiran-pikiran
paranoid, serta penilaian negatif
terhadap dirinya
sendiri
o Minim respon emosi
dan perasaan-perasaan (afektif) dalam dirinya
o Sedikit mempunyai
teman akrab
Faktor Penyebab
Seperti jenis gangguan kepribadian lainnya, kemunculan
gangguan kepribadian skizotipal dimulai pada awal kanak-kanak, berkisar antara
tahun pertama dan kedua masa perkembangan. Kurangnya perhatian terutama
pengenalan emosi, meskipun anak itu tumbuh secara sehat. Kurangnya stimulasi
sosial dari orangtua anak akan belajar menghindari dengan sendirinya dan tidak
mencari kesenangan diluar lingkungan rumahnya.
Pada masa perkembangan, anak akan melewati beberapa
tahap-tahap kesiapan sosial dan belajar menempatkan ekspresi emosi secara tepat
(interaksi interpersonal) dengan orang lain. Anak yang mengalami gangguan
skizotipal akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi, mempunyai
kepercayaan-kepercayaan yang tidak logis, tidak dapat melepaskan diri atau
berpikir hal-hal yang berkenaan dengan magis, dan bahkan paranoid. Perilaku
nyata nampak pada sikap anak yang membentengi dirinya dari rasa curiga ketika
digoda (diganggu) atau ketika mendapatkan perlakuan tidak adil/kasar.
Beberapa ahli memperkirakan anak-anak rentan (child
abusive), anak yang mengalami penolakan diri dari lingkungan sekitar, atau
stres yang mengakibatkan disfungsi otak tumbuh mengarah pada kemunculan gejala
gangguan skizotipal. Faktor genetik dan lingkungan ikut membantu berkembangnya
gangguan ini dikemudian hari.
Keluarga, faktor keturunan keluarga (orangtua) yang memiliki
gejala skizofrenia dapat menjadi suatu kondisi adanya gangguan skizotipal pada
anak, faktor-faktor dalam keluarga lainnya yang memberi kontribusi gangguan
kepribadian ini adalah kekerasan dan penolakan terhadap anak.
Treatment
Medikasi
Tidak ada obat khusus untuk menyembuhkan gangguan
kepribadian ini, dokter menganjurkan obat antidepressant atau antipsikotik bila
individu tersebut juga mengalami gangguan kecemasan, depresi atau gangguan mood
lainnya. Obat risperidone (Risperdal) dan olanzapine (Zyprexa) diberikan bila
individu mengalami penyimpangan (gangguan) dalam berpikir.
Psikoterapi
Behavioral therapy
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal membutuhkan
kemampuan untuk menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, ia
membutuhkan teknik-teknik baru untuk melakukan pendekatan dengan orang lain.
Terapis mengajarkan bagaimana mengungkapkan perasaan-perasaan dan berekspresi
secara tepat. Individu juga diajarkan bagaimana mengatur suara atau berbicara
ketika berhadapan dengan orang lain.
Cognitive therapy
Dalam terapi ini individu belajar untuk merespon dan dilatih
untuk fokus terhadap suatu masalah dari pikiran-pikiran menganggu. Terapi ini
juga melatih individu untuk memisahkan masalah-masalah sosial yang
membingungkan dari pikiran-pikirannya sendiri terutama dari hal-hal yang
membuat individu mengelak dari situasi interpersonal.
Family therapy
Terapi dapat efektif bila semua anggota keluarga dilibatkan,
konselor atau ahli terapi dilibatkan secara langsung dalam keluarga dapat
mengurangi letupan amarah dan menjaga hubungan emosional antar sesama anggota
keluarga. Terapi ini juga dapat meningkatkan moral dalam keluarga.
2. ANTISOSIAL
Orang dewasa yang mengalami gangguan antisosial menunjukkan
perilaku tidak bertanggung jawab dan antisosial dengan bekerja secara tidak
konsisten, melanggar hukum, mudah tersinggung, agresif secara fisik, tidak mau
membayar hutang, sembrono, ceroboh, dan sebagainya. Mereka impulsif dan tidak
mampu membuat rencana ke depan. Mereka sedikit atau bahkan tidak merasa
menyesal atas berbagai tindakan buruk yang mereka lakukan. Gangguan ini lebih
banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan lebih banyak terjadi
di kalangan anak muda daripada dewasa yang lebih tua. Gangguan ini lebih umum
terjadi pada orang dengan status sosioekonomi rendah.
Orang dengan gangguan kepribadian antisosial secara
persisten melakuan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar
hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsif, serta gagal
membina komitmen interpersonal dan pekerjaan. Meski demikian mereka sering menunjukkan karisma dalam
penampilan luar mereka dan paling tidak memiliki intelegensi rata-rata
(Cleckley, 1967). Mungkin ciri yang paling menonjol dari mereka adalah tingkah
kecemasan yang rendah ketika berhadapan dengan situasi yang mengancam dan
kurangnya rasa bersalah atau penyesalan atas kesalahan yang mereka lakukan.
Hukuman hanya memiliki sedikit dampak bagi mereka.
Sementara itu, salah satu karakteristik psychopathy adalah
kemiskinan emosi, baik positif maupun negatif. Orang-orang psychopathy tidak
memiliki rasa malu, bahkan perasaan mereka yang tampak positif terhadap orang
lain hanyalah sebuah kepura-puraan. Penampilan psikopat menawan dan
memanipulasi orang lain untuk memperoleh keuntungan pribadi. Kadar kecemasan
yang rendah membuat psikopat tidak mungkin belajar dari kesalahannya. Kurangnya
emosi positif mendorong mereka berperilaku secara tidak bertanggung jawab dan
berperilaku kejam terhadap orang lain.
Etiologi Gangguan Kepribadian Antisosial dan Psychopathy
Penyebab gangguan ini berkaitan dengan peran keluarga.
Kurangnya afeksi dan penolakan berat orang tua merupakan penyebab utama
perilaku psychopathy. Selain itu, juga disebabkan oleh tidak konsistennya orang
tua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap
orang lain. Orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya
dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh
kehilangan orang tua. Di samping itu, ayah dari penderita psikopat kemungkinan
memiliki perilaku antisosial. Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk
juga dapat menyebabkan gangguan ini.
Sifat-sifatnya:
o Sering disebut psikopat atau sosiopat
o Kekurangan perhatiann mengenai baik buruk
o Di US 5% pada dewasa laki2 dan 1% pada dewasa perempuan
o Tingkah laku manipulatif atau tingkah laku buruk
o Mereka bohong, menipu, mencuri, menyalahgunakan alkohol
dan obat2an, kacau balau,
menghindari
tanggungjawab, keluarga dan pekerjaan
o Bertingkah laku secara impulsif, agresif dan sembrono dan
tidak menunjukkan penyesalan atas
tingkah laku yang
melukai itu
o Beberapa berbicara sangat baik, untuk mendapatkan apa yang
diinginkan.
o Ada perbedaan antara kepribadian anti sosial dan tingkah
laku anti sosial orang dewasa.
Kepribadian anti
sosial jika sifat itu terus menerus, dimulai dari masa anak-anak dan berlanjut
sampai dewasa.
o Menurut statistik di US bahwa gangguan anti sosial menurun
pada usia 40 th dan bahwa 94 %
kejahatan yang
serius dilakukan orang laki-laki berusia dibawah 45 tahun.
Teori Biologis:
o Testosteron menjadi penyebab agresivitas laki-laki.
o Adanya keabnormalan pada otak.
o Kurang belajar dan perhatian neuropsikologis
o Keturunan
Teori Psikologis:
o Penellitian korelasional menemukan bahwa orang anti sosial
depresif dan cemas.
o Disharmoni di rumah, ketidakkonsistenan dalam pengasuhan
anak dapat mengakibatkan kacau
mengenai
benar-salah, dan mengenai apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat
diterima.
o Orangtua yang terlalu permisif dan kurang memeperhatikan tingkah laku anak yang tidak
benar.
o Orangtua yang tidak menunjukkan afeksi, akan menghasilkan
anak yang dingin dan berjarak dalam
hubungan dengan
orang lain dalam kemudian hari.
o Anak anti sosial banyak datang dari keluarga miskin dan
sosial ekonomi rendah, mungkin karena
pendidikan yang
didapat kurang memadai.
o Ada pendapat bahwa
anti sosial datang dari semua kelas sosial yang ayahnya anti sosial.
Treatment
Gangguan ini sukar ditangani. Seseorang akan mengubah
tingkah lakunya kalau menyadari bahwa tingkah lakunya salah, akibatnya akan
merasa depresif dan bersalah. Terapi ini bertujuan untuk membuat klien merasa
tidak enak mengenai dirinya dan situasinya. Caranya dengan pendekatan
konfrontatif, menunjukkan bahwa tingkah lakunnya merusak diri sendiri dan
selfis.
Terapi Kelompok
Terapi ini berguna karena umpan balik dari kelompoknya dapat
mempunyai pengaruh yang kuat. Kalau terapi ini berhasil orang tersebut akan
merasa tidak berdaya dan sangat sedih, tetapi ini jarang terjadi.
3. BORDERLINE
Disebut dengan kepribadian ambang (borderline) karena berada
di perbatasan antara gangguan neurotik dan skizofrenia. Ciri-ciri utama
gangguan ini adalah impulsivitas dan ketidakstabilan dalam hubungan dengan
orang lain dan memiliki mood yang selalu berubah-ubah. Contohnya, sikap dan
perasaan terhadap orang lain dapat berubah-ubah secara signifikan dan aneh
dalam kurun waktu yang singkat. Individu yang mengalami gangguan borderline
memiliki karakter argumentatif, mudah tersinggung, sarkastik, cepat menyerang,
dan secara keseluruhan sangat sulit untuk hidup bersama mereka.
Perilaku mereka yang tidak dapat diprediksi dan impulsif,
boros, aktivitas seksual yang tidak pandang bulu, penyalahgunaan zat, dan makan
berlebihan, berpotensi merusak diri sendiri. Mereka tidak tahan berada dalam
kesendirian, memiliki rasa takut diabaikan, dan menuntut perhatian. Mudah
mengalami perasaan depresi dan perasaan hampa yang kronis, mereka sering kali
mencoba bunuh diri.
Gangguan kepribadian borderline bermula pada masa remaja
atau dewasa awal, dengan prevelensi sekitar 1 persen, dan lebih banyak terjadi
pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
Etilogi Gangguan Kepribadian Borderline
Penyebab terjadinya gangguan kepribadian borderline antara
lain dapat dijelaskan oleh kedua pandangan berikut:
Faktor biologis
Faktor-faktor biologis antara lain disebabkan oleh faktor
genetis. Gangguan kepribadian borderline dialami oleh lebih dari satu anggota
dalam satu keluarga. Beberapa data menunjukkan adanya kelemahan fungsi lobus
frontalis, yang sering diduga berperan dalam perilaku impulsif. Individu dengan
gangguan borderline mengalami peningkatan aktivasi amigdala, suatu struktur
dalam otak yang dianggap sangat penting dalam pengaturan emosi.
Object Relations Theory
Teori ini merupakan teori dari psikoanalisa yang memfokuskan
diri pada bagaimana cara anak mengintropeksikan nilai-nilai dan gambaran yang
berhubungan dengan orang-orang yang dianggap penting dalam hidupnya, misalnya
orang tua. Dengan kata lain, fokus dari teori ini adalah cara anak
mengidentifikasikan diri dengan orang lain di mana ia memiliki emotional
attachment yang kuat dengan orang tersebut. Orang-orang yang diintroyeksikan
tersebut menjadi bagian dari ego si anak pada masa dewasa, tetapi dapat
menimbulkan konflik dengan harapan, tujuan, dan ideal-idealnya.
Teori ini beranggapan bahwa individu bereaksi terhadap dunia
melalui perspektif dari orang-orang penting dalam hidupnya pada masa lalu,
terutama orang tua atau caregiver. Terkadang perspektif tersebut berlawanan
harapan dan minat dari individu yang bersangkutan. Otto Kernberg, salah seorang
tokoh dalam teori ini menyatakan bahwa pengalaman yang tidak menyenangkan pada
masa kanak-kanak, misalnya mempunyai orang tua yang memberikan cinta dan
perhatian secara tidak konsisten (menghargai prestasi anak, tetapi tidak dapat
memberikan dukungan emosional dan kehangatan), dapat menyebabkan anak
mengembangkan insecure egos (bentuk umum dari gangguan kepribadian borderline).
Individu dengan gangguan kepribadian borderline sering kali
mengembangkan mekanisme defense yang disebut splitting, yaitu mendikotomikan
objek menjadi semuanya baik atau semuanya buruk dan tidak dapat
mengintegrasikan aspek positif dan negatif orang lain atau diri menjadi suatu
keutuhan. Hal itu menimbulkan kesulitan yang ekstrem dalam meregulasi emosi
karena individu borderline melihat dunia, termasuk dirinya sendiri, dalam
dikotomi hitam-putih. Bagaimanapun juga, defense ini melindungi ego yang lemah
dari kecemasan yang tidak dapat ditoleransi.
Beberapa hasil penelitian juga mendukung teori ini. Individu
yang mengalami gangguan kepribadian borderline menyatakan kurangnya kasih
sayang dari ibu. Mereka memandang keluarga mereka tidak ekspresif secara emosional,
tidak memiliki kedekatan emosional, dan sering terjadi konflik dalam keluarga.
Selain itu, mereka biasanya juga mengalami kekerasan seksual dan fisik serta
sering mengalami perpisahan dengan orang tua pada masa kanak-kanak.
Bagaimanapun juga, hasil-hasil penelitian tersebut masih
belum dapat menyatakan secara jelas apakah pengalaman-pengalaman itu memang
hanya dialami oleh mereka dengan gangguan kepribadian borderline saja. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa individu yang mengalami gangguan kepribadian
borderline mempunyai pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan. Namun belum
jelas apakah pengalaman tersebut bersifat spesifik bagi gangguan ini.
Linehan’s Diathesis-Stress Theory
Menurut teori ini, gangguan kepribadian borderline
berkembang ketika individu dengan diatesis biologis (kemungkinan genetis) di
mana ia mengalami kesulitan untuk mengontrol emosi, dibesarkan dalam lingkungan
keluarga yang salah (invalidating). Dalam teori ini, diatesis biologis disebut
sebagai emotional dysregulation. Sedangkan invalidating experience adalah
pengalaman di mana keinginan dan perasaan individu diabaikan dan tidak
dihormati; usaha individu untuk mengkomunikasikan perasaannya tidak dipedulikan
atau bahkan diberi hukuman. Salah satu contoh ekstremnya adalah kekerasan pada
anak, baik secara seksual maupun nonseksual.
Dengan kata lain, emotional dysregulation saling
berinteraksi dengan invalidate experience anak yang sedang berkembang. Hal
itulah yang kemudian memicu perkembangan kepribadian borderline.
Ciri-ciri:
-Usaha matia-matiaan untuk menghindari ketinggalan yang
nyata atau khayalan.
-Pola hubungan interpersonal tidak stabil dan kuat yang
ditandai perubahan antara berbagai ekstrim
idealiasi dan
devaluasi
-Gangguan identitas : citra atau perasaan diri sendiri yang
tidak stabil secara jelas dan persisten
-Impulsivitas pada minimal 2 bidang yang potensial
membahayakan diri sendiri. Misal berbelanja,
seks, penyalahgunaan
zat, ngebut
-Perilaku atau isyarat bunuh diri atau mutilasi diri
-Perasaan kosong yang kronis
-Kemarahan yang kuat dan tidak pada tempatnya atau Kesulitan
mengendalikan amarah, Paranoid
Terapi Untuk Borderline Personality
Pada individu dengan kepribadian borderline, rasa percaya
sulit diciptakan dan dijaga, sehingga mempengaruhi huubungan terapeutik.
Individu cenderung mengidealkan dan menjelek-jelekkan terapis, meminta
perhatian khusus pada satu waktu, memohon pengertian dan dukungan, tetapi tidak
mau membahas topik-topik tertentu. Apabila tingkah laku individu sudah tidak
dapat dikendalikan atau ketika ancaman bunuh diri tidak dapat diatasi lagi,
maka sering kali individu tersebut perlu dirawat di rumah sakit.
Pada farmakoterapi bagi individu berkepribadian borderline,
diberikan beberapa macam obat. Umumnya obat-obatan yang diberikan tersebut
merupakan antidepresan dan antipsikotik. Berikut ini terdapat dua jenis terapi
bagi individu yang berkepribadian borderline.
• Object-Relations Psychoterapy
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk memperkuat ego yang
lemah, sehingga individu tidak lagi melakukan dikotomi. Selain itu, individu
juga diberi saran konkret untuk bertingkah laku adaptif dan merawat individu di
rumah sakit jika tingkah lakunya membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
• Dialectical Behavior Therapy (DBT)
DBT merupakan pendekatan yang mengkombinasikan
client-centered empathy dan penerimaan dengan menyelesaikan masalah secara
kognitif-behavioral dan social-skills training. DBT mempunyai tiga tujuan
utama, yaitu:
o Mengajari individu
untuk mengatur dan mengendalikan tingkah laku dan emosi yang ekstrem.
o Mengajari individu
untuk menoleransi perasaan distress.
o Mengajari individu
belajar untuk mempercayai pikiran dan emosinya sendiri.
Istilah ”dialectic” mengacu pada sikap yang berlawanan,
yaitu di mana terapis harus menerima individu borderline apa adanya sekaligus
membantu individu tersebut untuk berubah. Istilah ”dialectic” juga mengacu pada
kenyataan bahwa individu borderline tidak perlu membagi dunia secara dikotomi,
tetapi dapat mencapai suatu sintetsis. Dengan kata lain, salah satu tujuan DBT
adalah mengajari individu untuk memandang dunia secara dialektik, suatu
pemahaman bahwa hidup terus berubah dan suatu hal tidak semuanya buruk atau
semuanya baik.
Sedangkan aspek kognitif-behavioral dari DBT, baik yang
dilakukan secara individual atau dalam kelompok, terdiri dari membantu individu
belajar menyelesaikan masalah, membantu untuk memperoleh penyelesaian masalah
yang lebih efektif dan dapat diterima secara sosial dan mengendalikan emosi,
meningkatkan kemampuan interpersonal, dan mengendalikan amarah dan kecemasan.

No comments:
Post a Comment